-->
  • Jelajahi

    Copyright © NGOPII
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Adab Menelpon dalam Timbangan Syariat (dengan Handphone, Telepon Rumah dll)

    Jumat, 07 Mei 2010, 19.31 WIB Last Updated 2016-10-18T01:01:57Z
    Judul: Adab Menelpon dalam Timbangan Syariat
    Asli: Adabul Hatif
    Penulis: Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid
    Penerbit: Maktabah Al-Ghuroba’
    Tebal : 56 halaman
    Fisik : 12 cm x 19 cm, uv, soft cover
    Diskon: 20%
    Harga: Rp. 11.000
    Harga Disini: Rp. 8.800


    Dalam Islam diajarkan berbagai hukum dan adab dalam bergaul sesama manusia. Termasuk pula adab-adab menelpon yang begitu indah dan sempurna. Adab-adab menelepon yang sesuai syariat dibangun secara fiqih di atas adab-adab berkunjung, meminta ijin, berkata, dan berbicara dengan orang lain. Ini disesuaikan dalam hal ukuran, waktu, tempat, jenis pembicaraan dan sifatnya.
    Semuanya diketahui atau di dalam hukum yang diketahui berdasarkan dalil-dalil syariat yang mulia. Dan semuanya datang dengan penuh keutamaan dan kebaikan yang diserukan Islam, untuk membangun kehidupan seorang muslim di atas keutamaan dan kemuliaan serta akhlak yang tinggi mulia. Kemudian semua itu dibangun di atas kelembutan dan sikap meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sang pembawa syari'at yang penuh berkah dan agung ini.
    Adab-adab tersebut dituntut dari dua pihak; dari pihak yang menghubungi dan dari pihak yang dihubungi, walaupun sebagiannya lebih ditekankan kepada pihak yang menghubungi karena dia adalah pihak yang butuh, dan pihak yang pihak butuh kebanyakan keadaannya hampir sama dengan orang yang meminta. Jadi dalam posisinya yang memiliki kelemahan, hendaklah dia menutupinya dengan adab yang baik.
    Maka dari sini jadilah berhias dengan adab-adab ini dan yang semisalnya sebagai pembangun peradaban yang mulia di dalam Islam, dibangun di atas penyebaran persaudaraan, saling mencintai, pergaulan yang baik, memenuhi janji, menjaga amanah, menumbuhkan kebaikan serta mencegah kerusakan, sehingga pantaslah adab-adab ini termasuk tujuan syariat Islam yang mulia.
    Berikut ini penjelasannya satu persatu walaupun secara keseluruhan berbeda hukum-hukumnya berdasarkan perbedaan manusia, waktu, tempat, kedudukan, dan kemampuan mereka. Orang yang cerdas yang mendapatkan taufik dia akan mengukur perkara-perkara berdasarkan rambu-rambu syariat dan mencari alasan (memaklumi, mentoleransi) bagi orang yang terluput salah satu dari adab-adab itu. Jadi manusia itu tidak setingkat dalam pemahaman, pendidikan, perasaan dan akhlak yang baik. Tetapi orang yang berbahagia adalah orang yang jika dibukakan pandangannya dia pun melihat dan jika diingatkan dia pun teringat.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini