-->
  • Jelajahi

    Copyright © NGOPII
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Majalah Asy-Syariah Edisi No.46/IV/1429 H/2008, dan Sakinah Adab Islam dalam Utang Piutang dan Jual Beli

    Kamis, 27 Mei 2010, 00.39 WIB Last Updated 2016-10-18T01:01:37Z
     Judul: Majalah Asy-Syariah Edisi No.46/IV/1429 H/2008, dan Sakinah
    Adab Islam dalam Utang Piutang dan Jual Beli
    Penerbit: Oase Media (Majalah Asy-Syariah)
    Tebal: 96 halaman
    Fisik : 16 cm x 24 cm, uv, hard cover
    Harga: Rp 9.500

    Utang piutang seakan telah menjadi menu sehari-hari di tengah hiruk-pikuk kehidupan manusia. Karena sudah niscaya ada pihak yang kekurangan dan ada pihak yang berlebih dalam hartanya. Ada pihak yang tengah diberi ujian dengan mengalami kesempitan dalam memenuhi kebutuhannya, ada pihak lain yang tengah dilapangkan rezekinya. Namun itu semua adalah roda yang berputar. Yang kemarin sebagai pihak pengutang, hari ini bisa berstatus sebagai pemberi pinjaman. Semuanya saling mengisi dan berganti peran dalam sebuah panggung bernama dunia.
    Begitupun jual beli. Ada manusia yang melakonkan diri sebagai penyedia barang atau jasa dan ada pula pihak yang membutuhkan. Mereka saling bertukar kebutuhan dan saling memberi.
    Namun demikian, watak manusia yang cenderung cinta dunia dan tidak amanah, menjadikan aktivitas bernama utang piutang dan jual beli itu kerap ternoda. Sesuatu yang lazim dalam kehidupan anak manusia ini pun menjadi sesuatu yang zalim manakala adab atau akhlak tidak dijunjung tinggi.
    Dalam masalah utang piutang, kasus yang sering dijumpai adalah seringnya pengutang mengulur-ulur waktu jatuh tempo tanpa ada itikad baik untuk bersegera melunasinya. Atau ada yang sama sekali tidak meminta tangguh atau udzur kepada pihak yang meminjamkan. Bertemu saudaranya yang meminjamkan, hanya diam seribu bahasa atau bahkan mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Seakan-akan ia lupa bahwa dirinya masih memiliki tanggungan atau kewajiban.
    Sudah menjadi gejala umum, keadaan ini tentu bertolak belakang ketika peminjam menyampaikan hajatnya. Dengan beragam tutur, calon peminjam akan berusaha meyakinkan bahwa dirinya akan melunasi tepat waktu. Tergambar, ia demikian membutuhkan pinjaman detik itu juga. Ucapan "segera"atau "insya Allah" pun begitu ringannya dilontarkan.
    Namun giliran jatuh tempo, dengan entengnya pula kata "maaf.." diucapkan. Bahkan tak jarang sampai ada yang dibumbui kedustaan, melontarkan segala alasan yang intinya mengarah pada dusta. Kalau sudah begini, tak peduli kerabat, teman, bahkan sahabat karib sekalipun. Tak ada kamus tenggang rasa, tak ada kesadaran bahwa ia tengah mempermainkan bahkan menzalimi saudaranya.
    Cara lain, adalah dengan mengajak menanam modal dalam sebuah usaha yang dilukiskan demikian mudah dalam memetik untung. Namun setelah hal itu berjalan, jangankan untung, modal saja lenyap tak berbekas. Usut punya usut, ternyata modal itu bukan diputar, namun justru digunakan untuk keperluan pribadi pengelola modal atau hal-hal lain di luar akad.
    Demikian pula dalam praktik jual beli. Tipu-menipu dan unsur pemaksaan, demikian kental mewarnai. Beras oplosan, bensin oplosan, dan "oplosan-oplosan" lain di tengah masyarakat setidaknya menjadi cermin kecil minimnya adab dalam praktik jual beli. Ini belum termasuk maraknya penjualan daging ayam tiren (mati kemaren), daging sapi glonggongan, makanan berbahan kimia berbahaya, dan yang semacamnya.
    Demikian juga soal mengurangi takaran atau timbangan, telah menjadi hal yang demikian biasa. Tak cuma di pasar, di SPBU dan di pangkalan minyak tanah, juga kita jumpai praktik serupa. Serta beragam penyimpangan lain yang nyata jauh dari adab Islam.
    Yang disayangkan, akad utang piutang atau jual beli selama ini lebih banyak berfungsi sebagai "pemanis", Lebih-lebih jika akad itu hanya berujud lisan, bukan perjanjian di atas kertas. Alhasil, lebih sering dilanggar ketimbang untuk ditaati. Bahkan kadang sering berubah-ubah tergantung kepentingan salah satu pihak.
    Tak ayal jika perkara ini sampai ada yang menyeret pada pertikaian fisik yang berujung maut. Nyawa tak lagi berharga bukan semata karena nilai uang atau materi yang tak seberapa namun sudah dikait-kaitkan dengan harga diri. Ini tak lain dikarenakan terk.andung kezaliman antara kedua belah pihak. Lantas apa akar dari semua itu? Jawabnya tentu, jauhnya umat dari adab utang piutang dan jual beli yang diajarkan Islam.

    Isi:
    Akhlak: Tidak Malu Mencari Nafkah yang Halal
    Ibrah: Kisah Sebatang Kayu
    Problema Anda: Zakat Profesi
    Fatawa AI-Mar'ah AI-Muslimah: Anak Angkat dalam Islam
    Permata Salaf: Jauhilah Ilmu yang Tidak Bermanfaat
    Manhaii: Islam tak Menghalalkan Segala Cara
    Kajian Utama: Kewajiban Mencari Rezeki yang Halal Adab jual Beli
    Sikap-sikap Balk dalam Adab Utang-Piutang
    Bermuamalah
    Akidah: Ya Allah, Jangan Jadikan kuburku
    Jejak: Perang Mu'tah
    Oase: Kejujuran Tekad clan Amal Seputar Hukum Islam -
    Hukum Islam: Waktu-waktu Shalat Sunnah
    Khazanah: Al-Hakam
    Khutbah Jumat: Adakah Perayaan Tahun Baru dalam Islam
    Mengayuh Biduk: Untuk Suami dan Istri
    Nasihat AI-Imam AI-Albani
    Cerminan Shalihah: Ummu Qais bintu Mihshan
    Permata Hati: Yang Luput dari Perhatian
    Niswah: Menjenguk Orang yang Sakit
    Mutiara Kata: Berdzikir kepada-Ku Niscaya Aku Akan Mengingatmu!
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini