Mengaji Ayat-Ayat Tentang Seni
SIAPA tak kenal Remy Sylado. Salah seorang sastrawan Indonesia yang telah menelurkan banyak karya sastra. Ca Bau Kan, merupakan salah satu novel yang ditulisnya pada 1999. Oleh Komunitas Nobel Indonesia, Ca Bau Kan disebut sebagai satu-satunya sastra terbaik Indonesia dalam dua abad terakhir.
Pria bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambayong –atau Yapi Tambayong- tak hanya dikenal sebagai novelis. Dia juga menulis puluhan buku lain bergenre nonfiksi. Salah satu yang terbaru adalah buku berjudul 123 Ayat tentang Seni.
Sesuai judulnya, dalam buku ini Yapi menjelaskan ayat-ayat mengenai lima cabang seni, yakni seni susastra, seni musik, seni drama, seni rupa, dan seni film. Semuanya dirangkai secara unik, dikumpulkan secara sistematis ke dalam 123 ayat, tidak dalam bentuk paragraf seperti buku kebanyakan.
Buku ini menyingkap tradisi literasi sepanjang sejarah umat manusia. Dimulai sejak ketika manusia mengenal peradaban, mengenal budaya tulis-menulis. Dari berbagai sumber literatur, dikumpulkannya menjadi sebuah karya ilmiah dan disusun dalam buku setebal 298 halaman ini.
Setiap cabang seni dibahasnya dengan sangat mendalam. Dimulai dengan definisi dan sejarah awal mula seni tersebut. Seperti dalam seni susastra, ternyata sudah bermula sejak 4.000 tahun Sebelum Masehi.
Dengan bahasannya yang cukup mendalam, Yapi menyebutkan bahwa belum pernah ada buku seperti 123 Ayat tentang Seni dalam kepustakaan Nusantara. Buku yang menyajikan pengertian pelbagai kesenian dalam ladang bahasa keindahan yang menyeluruh, namun mufrad.
Kenapa buku ini penting untuk ditulis? Yapi beralasan, selama ini sejak kita merdeka, seringkali dilatari oleh sentimen-sentimen politik menyangkut paham kebangsaan yang dangkal, sebagai bekas bangsa yang pernah terjajah, maka tidak kecil terjadi kecenderungan menernak prasangka-prasangka kebudayaan dengan mempertajam perbedaan antara Barat dan Timur, yang membuat kita menjadi tidak arif.
Celakanya, kata dia, banyak yang sengaja menyesatkan nalar degan istilah-istilah kesenian yang keliru, yang celakanya diambil dari kamus resmi seperti KBBI.
Seperti ditulis dalam pengantarnya, melalui buku ini, Yapi memberi pengertian yang terbuka untuk memandang kebudayaan lewat kesenian yang beragam dalam suatu pengetahuan yang mufrad tentang filsafat keindahan.
Buku ini tidak hanya cocok dibaca bagi para penggiat seni, namun juga sangat berguna bagi yang selama ini tidak bisa jauh dari lima cabang kesenian. Seperti guru atau pun siswa, akan mendapat banyak pengetahuan ketika membaca buku ini, karena memberikan pengetahuan akan seni yang utuh tanpa terkesan menggurui.
SIAPA tak kenal Remy Sylado. Salah seorang sastrawan Indonesia yang telah menelurkan banyak karya sastra. Ca Bau Kan, merupakan salah satu novel yang ditulisnya pada 1999. Oleh Komunitas Nobel Indonesia, Ca Bau Kan disebut sebagai satu-satunya sastra terbaik Indonesia dalam dua abad terakhir.
Pria bernama asli Yapi Panda Abdiel Tambayong –atau Yapi Tambayong- tak hanya dikenal sebagai novelis. Dia juga menulis puluhan buku lain bergenre nonfiksi. Salah satu yang terbaru adalah buku berjudul 123 Ayat tentang Seni.
Sesuai judulnya, dalam buku ini Yapi menjelaskan ayat-ayat mengenai lima cabang seni, yakni seni susastra, seni musik, seni drama, seni rupa, dan seni film. Semuanya dirangkai secara unik, dikumpulkan secara sistematis ke dalam 123 ayat, tidak dalam bentuk paragraf seperti buku kebanyakan.
Buku ini menyingkap tradisi literasi sepanjang sejarah umat manusia. Dimulai sejak ketika manusia mengenal peradaban, mengenal budaya tulis-menulis. Dari berbagai sumber literatur, dikumpulkannya menjadi sebuah karya ilmiah dan disusun dalam buku setebal 298 halaman ini.
Setiap cabang seni dibahasnya dengan sangat mendalam. Dimulai dengan definisi dan sejarah awal mula seni tersebut. Seperti dalam seni susastra, ternyata sudah bermula sejak 4.000 tahun Sebelum Masehi.
Dengan bahasannya yang cukup mendalam, Yapi menyebutkan bahwa belum pernah ada buku seperti 123 Ayat tentang Seni dalam kepustakaan Nusantara. Buku yang menyajikan pengertian pelbagai kesenian dalam ladang bahasa keindahan yang menyeluruh, namun mufrad.
Kenapa buku ini penting untuk ditulis? Yapi beralasan, selama ini sejak kita merdeka, seringkali dilatari oleh sentimen-sentimen politik menyangkut paham kebangsaan yang dangkal, sebagai bekas bangsa yang pernah terjajah, maka tidak kecil terjadi kecenderungan menernak prasangka-prasangka kebudayaan dengan mempertajam perbedaan antara Barat dan Timur, yang membuat kita menjadi tidak arif.
Celakanya, kata dia, banyak yang sengaja menyesatkan nalar degan istilah-istilah kesenian yang keliru, yang celakanya diambil dari kamus resmi seperti KBBI.
Seperti ditulis dalam pengantarnya, melalui buku ini, Yapi memberi pengertian yang terbuka untuk memandang kebudayaan lewat kesenian yang beragam dalam suatu pengetahuan yang mufrad tentang filsafat keindahan.
Buku ini tidak hanya cocok dibaca bagi para penggiat seni, namun juga sangat berguna bagi yang selama ini tidak bisa jauh dari lima cabang kesenian. Seperti guru atau pun siswa, akan mendapat banyak pengetahuan ketika membaca buku ini, karena memberikan pengetahuan akan seni yang utuh tanpa terkesan menggurui.
oleh: Hanhan Husna/wartawan InilahKoranJudul : 123 Ayat Tentang Seni
Penulis : Yapi Tambayong
Penerbit : Nuansa Cendikia
Terbit : Agustus 2012
Jumlah Halaman : 298 halaman, 15,5 x 23,5 cm
Penulis : Yapi Tambayong
Penerbit : Nuansa Cendikia
Terbit : Agustus 2012
Jumlah Halaman : 298 halaman, 15,5 x 23,5 cm
Dicuplik dari INILAHKORAN, Minggu 21 Oktober 2012